BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di masa kini industri pembuatan pisau pemotong
berkembang cukup pesat, hal ini disebabkan oleh beberapa aspek yang
mendukungnya terutama teknologi proses dan teknologi material. Peningkatan mutu
produk pisau pemotong dihasilkan dengan cara memperbaiki sifat-sifat fisik dan
mekanik dari bahan pisau tersebut. Proses perlakuan panas yang tepat pada logam
sangatlah bermanfaat untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan pisau pemotong.
Di samping pembuatan pisau pemotong secara modern melalui industri-industri
besar, juga terdapat pembuatan pisau pemotong secara tradisional melalui
industri rumahan pande besi. Dalam membuat alat-alat yang dipesan konsumen,
industri rumahan pande besi menggunakan peralatan yang sederhana. Pengetahuan
yang digunakan dalam pembuatan peralatan berdasarkan ilmu yang didapat secara
turun temurun. Dalam proses pembuatan peralatan, industri JURNAL TEKNIK MESIN,
TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015 29 rumahan pandai besi menggunakan cara pengerasan
hardening dengan pendinginan benda kerja yang selalu menggunakan air sebagai
media pendingin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode eksperimen. Untuk menganalisa nilai kekerasan pada pisau berbahan baja
karbon menengah hasil proses tempa (hardening) dengan media pendingin yang
berbeda. Material yang digunakan pada pembuatan pisau adalah baja per daun truk
bekas yaitu baja yang mempunyai kemampuan pegas tinggi. Untuk baja jenis ini
mempunyai kandungan karbon sekitar 0,50% sampai 0,65% termasuk jenis baja 5160.
Baja dari per daun tersebut setelah dilakukan uji komposisi menggunakan SEMEDAX
menunjukkan kandungan karbon sebesar 7,52%wt atau sama dengan 0,62%C berarti
termasuk baja karbon menengah, dengan paduan Cr (Kromium) dengan kadar 1,09%wt
yang menunjukkan baja paduan rendah (Low Alloy Steel). Baja paduan rendah
merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 2,5%wt misalnya unsur
Cr, Mn, Ni, P dan lain-lain. Spesimen untuk penelitian dibuat berbentuk pisau.
Jumlah spesimen yang digunakan yaitu 4 spesimen yang didinginkan dengan 4
variasi media pendingin (air sumur, larutan garam, oli, udara) dengan uji 5
titik pada setiap specimen.
Tempat
yang digunakan untuk penelitian adalah: 1) Proses pembuatan pisau di bengkel
pande besi; 2) Pengujian kekerasan Micro Vickers dilaksanakan di Jurusan Teknik
Mesin Universitas Brawijaya Malang. Tahapan penelitian yaitu pembentukan
spesimen, proses penempaan (hardening), pendinginan dengan air, garam, oli,
udara dan dilanjutkan dengan pengujian kekerasan spesimen. Baja per daun bekas
yang merupakan baja karbon menengah dipanaskan kemudian dipotong dengan
pemotong baja lalu dibentuk menjadi model awal pisau. Proses penempaan
(hardening), pada tahap ini model awal pisau mulai ditempa menjadi bentuk pisau
yang sudah jadi. Selanjutnya pisau yang telah mengalami proses tempa dicelupkan
ke media pendingin air sumur, air yang ditambahkan garam 10% dan oli. Dan juga
ada pisau hasil tempa yang didinginkan dengan udara. Setelah proses pendinginan,
kemudian dilakukan pengujian kekerasan terhadap spesimen Data yang didapat
kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini. Pengujian
kekerasan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekerasan baja ini
akibat proses tempa (hardening). Setelah spesimen selesai diproses, dibersihkan
kemudian dilakukan pengujian kekerasan pada masing-masing spesimen dengan
menggunakan Vickers Hardness Tester, dengan beban 100kg. Alat pengujian ini
dapat memberikan hasil berupa kekerasan
yang kontinu untuk suatu bahan tertentu dan digunakan pada logam yang sangat
lunak yaitu 5 HV hingga logam yang sangat keras dengan 1500 HV tanpa perlu
mengganti gaya tekan. Rumus mencari kekerasan Vickers (HV) HV = 1,854 2 L P
(Surdia, Tata. 1985) dengan : HV = kekerasan Vickers P = gaya tekan L =
diagonal tapak.
2.2 Pembahasan
Pengukuran
Vickers dengan penekanan intan berbentuk piramida lurus dengan alas bujur
sangkar dan sudut puncak 1360 (Dieter,1996), ditekan ke dalam bahan dengan gaya
tertentu selama waktu tertentu. Kekerasan Vickers diperoleh dengan membagi gaya
pada luas bekas tekanan yang berbentuk piramida. Dan dapat langsung dibaca di
monitor mesin MicroVickers (Beumer, 1995). Nilai rata-rata kekerasan pisau
menggunakan media pendingin air yaitu 652,64 HV, menggunakan media pendingin
air garam 836,56 HV, menggunakan oli 600 HV dan yang menggunakan udara 335,44
HV. Hal ini membuktikan bahwa adanya pengaruh media pendingin terhadap hasil
kekerasan pisau. Dalam suatu proses laku panas, setelah pemanasan mencapai
temperatur yang ditentukan dan diberi holding time secukupnya maka dilakukan
pendinginan dengan laju tertentu maka sifat mekanik yang terjadi setelah
pendinginan akan tergantung pada laju pendinginan (Suherman, 1988). Hasil
penelitian yang didapat didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rizal (2005), yaitu tingkat kekerasan hasil perlakuan panas tertinggi dicapai
pada media pendingin larutan garam dibandingkan dengan menggunakan air,
tergantung pada banyaknya kadar garam yang terlarut pada suatu larutan. Semakin
banyak kadar garam dalam suatu larutan maka tingkat kekerasan yang dicapai
semakin tinggi pula.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pendingin larutan garam akan
menghasilkan nilai kekerasan pisau yang lebih tinggi daripada menggunakan media
pendingin air. Seperti diketahui bahwa hal yang sangat mempengaruhi hasil
kekerasan adalah viskositas (kekentalan) dan densitas (massa jenis) dari media
pendingin yang digunakan. Viskositas merupakan tingkat kekentalan yang dimiliki
suatu fluida. Semakin tinggi angka viskositasnya, maka semakin lambat laju
pendinginannya. Misalnya pada oli atau air garam, dimana air garam memiliki
tingkat viskositas yang lebih rendah, namun massa jenisnya tinggi sehingga laju
pendinginannya lebih cepat dibandingkan oli yang memiliki tingkat viskositas
yang tinggi sehingga panas sulit menguap dengan cepat sehingga laju
pendinginannya lambat. Densitas merupakan massa jenis yang dimiliki media
pendingin (fluida). Semakin tinggi densitas yang dimiliki suatu media pendingin
maka semakin cepat laju pendinginannya. Berikut nilai viskositas dan densitas
dari media pendingin yang digunakan (Streeter,1992): 1. Air Garam (ρ = 1025
kg/m3 , v = 1,01 Pa.s) Air garam memiliki viskositas yang rendah sehingga laju
pendinginannya cepat. Massa jenisnya juga lebih besar dibandingkan
dengan media pendingin lain seperti air, solar, oli dan udara. 2. Air (ρ = 998
kg/m3 , v = 1,01 Pa.s) Air memiliki massa jenis yang besar tetapi lebih kecil
dari air garam, kekentalannya rendah, sama dengan air garam, tetapi laju
pendinginannya lebih lambat dari air garam. 3. Oli (ρ = 981 kg/m3 , v = 4,02
Pa.s) Oli memiliki viskositas atau kekentalan yang tinggi dibandingkan media
pendingin lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju pendinginannya
lambat. 4. Udara (ρ = 1,2 kg/m3 , v = 0,00001,75 Pa.s) Udara memiliki massa
jenis dan viskositas yang sangat kecil sehingga laju pendinginannya sangat
lambat. Menurut Azizah (2012) mengenai media pendingin, yaitu : 1. Pendinginan
dengan air Air secara umum digunakan dalam pendinginan dengan karakteristik
yang ideal, karena proses pendinginan dengan air berlangsung dengan cepat. Ini
akan berpengaruh terhadap salah satu sifat logam yang ingin diperoleh, yaitu
sifat kekerasan logam. Semakin cepat proses pendinginan maksimal kekerasan juga
semakin meningkat. Akan tetapi diikuti juga kecenderungan terjadinya kerusakan
(distorsi) yang berlebihan. 2. Pendinginan dengan minyak Pendinginan dengan
minyak berlangsung lebih lambat jika dibandingkan dengan pendinginan
menggunakan media air. Sehingga kecenderungan terjadinya kerusakan minimum.
Dari pernyataan diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa media pendingin yang terbaik untuk pembuatan
pisau adalah oli. Karena oli memiliki nilai kekerasan 600 HV yang mendekati
nilai kekerasan air yaitu 652,64 HV, tetapi memiliki keunggulan kecenderungan
kerusakan yang minimum dibandingkan dengan air. Jika oli dibandingkan dengan
air garam, menurut hasil uji kekerasan Vickers, air garam memiliki nilai rerata
kekerasan tertinggi yaitu 836,56 HV akan tetapi memiliki kecenderungan
kerusakan yang sangat besar sehingga jika digunakan dalam pembuatan pisau,
pisau akan mudah retak. Hal ini disebabkan nilai massa jenis dan viskositas air
garam yang tinggi yaitu ρ=1025 kg/m3 , v = 1,01 Pa.s. Untuk udara yang memiliki
massa jenis dan viskositas yang sangat kecil, jika digunakan sebagai media
pendingin ini bisa dikatakan buruk dalam proses pembuatan pisau karena
menghasilkan nilai rerata kekerasan yang terlalu rendah yaitu 335,44 HV. Nilai
kekerasan yang rendah menyebabkan pisau tidak tajam dalam penggunaannya
sehari-hari. Jika disederhanakan lagi dapat dituliskan sebagai berikut : Udara
< Air Garam < Air < Oli Jadi untuk media pendingin yang terbaik untuk
pembuatan pisau adalah oli. Sedangkan media pendingin yang buruk untuk
pembuatan pisau adalah udara karena memiliki angka kekerasan yang paling
rendah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rerata
kekerasan pisau yang didinginkan dengan media pendingin yang berbedabeda adalah
sebagai berikut. Air sumur memiliki rerata nilai kekerasan 652,64 HV, air garam
memiliki rerata nilai kekerasan 836,56 HV, oli memiliki rerata nilai kekerasan
600 HV, udara memiliki rerata nilai kekerasan 335,44 HV. Adanya perbedaan hasil
kekerasan dari pengggunaan media pendingin yang berbeda yaitu air sumur, air
garam, oli dan udara. Media pendingin oli merupakan media pendingin yang paling
baik untuk digunakan dalam pembuatan pisau pemotong karena menghasilkan tingkat
kekerasan yang tinggi dan tingkat kegetasan yang rendah pada pisau pemotong.
3.2 Saran
Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan panas yang lain pada pisau
hasil proses tempa agar didapatkan pisau yang lebih baik. Pengujian yang
berbeda dapat diterapkan pada pisau hasil proses tempa agar didapatkan
data-data yang akurat untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada pisau
hasil tempa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar